“Aku ke sini bermaksud untuk melamar pekerjaan.” Tanpa tedeng aling-aling wanita berambut merah mengatakan hal tersebut pada seseorang yang menjulang jauh lebih tinggi di atasnya. Pria yang memiliki kesan terkejut dibalut dengan muka yang sinis. Awalnya wanita itu berpikir akan disambut oleh seorang pelayan atau sang penjaga di rumah besar ini, tapi ternyata salah.
“Kau ingin melamar pekerjaan? Sebagai apa?” tanya pria itu dengan suara dalamnya. Tapi jujur saja wanita itu menyukai suara yang serak nan dalam.
“Melamar ... aku akan melamar sebagai pengasuh bayi.” Wanita itu menyerahkan koran yang dibawanya dan juga map yang berisi surat lamaran pekerjaan.
Ia sedikit berdeham untuk mengontrol napas yang terasa pendek karena diperhatikan pria itu sedemikian intens. Mata sang pria yang memindai dari atas ke bawah secara berulang kali itu membuat kakinya seperti agar-agar yang baru saja ditaruh ke dalam piring besar.
Tak ada ekspresi apa-apa yang ditampilkan pria yang sialnya berwajah tampan itu. Dia hanya memberikan muka datar kadang juga dengan kernyitan halus di dahi.
“Aku tidak percaya kau ke sini untuk melamar menjadi pengasuh bayi. Aku melihatnya berbeda.” Ia memegang janggutnya dan kembali menilai. “Aku bahkan mengira kau akan melamar menjadi pelayan di bar atau penari striptease.”
Muka wanita itu sekarang sudah memerah karena kalimat yang menyindir secara terang-terangan.
Apakah penampilanku salah?
Ia kembali memerhatikan kostum yang dipakai siang ini.
Tidak ada yang salah, aku memakai gaun non formal sebatas tiga sentimeter di bawah lutut berwarna krem dengan dibalut stoking yang senada, dan jangan lupakan juga dengan sepatu heels untuk memperlihatkan kaki jenjangku. Aku rasa ini juga sudah cocok karena aku akan melamar sebagai pengasuh bayi, bukan ke perusahaan besar yang mengkhususkanku memakai kemeja dan juga rok hitam, kan?
“Aku tidak menerimamu.”
Mata wanita itu membulat dengan sempurna. Pria itu bahkan sedari tadi tidak menerima map yang dia serahkan, tapi dengan mudahnya menolak hanya karena melihat dari luar saja? Oh, bisakah ia berteriak sekarang karena pria ini termasuk mendiskriminasi?!
“Tapi Anda belum melihat CV milikku, Tuan.” Wanita berambut merah itu berusaha membuatnya mengerti. Dan sekali lagi ia menyodorkan map cokelatnya agar dilirik walau hanya sepintas. “Sungguh, aku bisa menjaga seorang bayi apalagi yang sudah berumur enam bulan.”
Pria itu terdiam.
Lihat saja, mereka masih ada di depan pintu dan pemilik rumah ini sama sekali tidak mempersilakan untuk masuk. Apakah seperti ini sesi wawancara untuk pengasuh bayi? Entahlah.
“Aku tidak menerimamu,” ulang pria itu dengan suara yang masih sama. Pria yang sepertinya akan susah diganggu gugat keputusannya.
Wanita itu memejamkan mata dan mencari cara agar pria ini bisa luluh dengan kalimatnya. Memutar otak bagaimana caranya supaya ia bisa menginjakkan kaki ke rumah berlantai dua yang beralaskan marmer mahal.
Ia bisa merasakan bahwa seluruh pandangan pria itu terfokus padanya. Mengamati tanpa bergerak. Alhasil, ia mengatakan hal yang sungguh di luar ekspektasi sendiri.
“Aku pernah bekerja di rumah jompo dalam kurun waktu dua tahun.”
Kelihatannya pria itu sangat terkejut dengan kalimatnya, tapi wanita itu juga bisa melihat bahwa senyum meremehkan ada di raut wajah sang pemilik rumah.
“Aku tidak percaya. Penampilanmu yang seperti ini tak akan pernah ada orang lain yang akan percaya, jika kau pernah menjadi relawan di rumah jompo sekalipun.”
Yang wanita itu yakini sekarang adalah bibir pria itu sangat pedas bila berucap dan itu membuat hatinya sangat panas. Padahal jika dilihat, bibir pria itu tebal dan tidak ada ciri-ciri sebagai mulut bermata tajam.
“Sepertinya Anda perlu bukti, Tuan.” Wanita itu sebenarnya agak sedikit gugup saat mengatakan hal tersebut. Bukan karena apa, ia tidak memiliki bukti yang cukup kuat dengan kalimatnya barusan. Ia mengatakan itu hanya ingin memulihkan harga dirinya di depan pria yang sangat pongah ini.
“Kau tidak perlu mengatakannya karena pasti tidak bisa menunjukkannya.” Tangan pria itu dimasukkan ke dalam kedua celana olahraganya. Ia juga menatap dengan penuh remeh. “Sudahlah, aku sudah membaca pikiranmu bahwa kau adalah pembohong. Aku sudah sering kali menjumpai orang seperti dirimu.”
Oh tidak! Sebenarnya apa sih yang dirinya mau? Padahal aku sudah sesopan mungkin untuk berpakaian dan juga berkata-kata, tapi apakah semua ini tidak bisa meluluhkan dirinya sama sekali?
“Tuan, apakah kau benar-benar tidak mau melihat CV milikku sebentar saja? Semua yang aku tuliskan berdasarkan pengalamanku.” Suaranya sedikit mengiba. Ia tidak mungkin kan menghilangkan kesempatan yang sangat besar ini? Di koran saja sudah terpampang dengan jelas bahwa gaji per bulannya lebih dari delapan ribu dolar. Itu adalah harga yang fantastis hanya untuk menjadi pengasuh bayi.
“No!” Suara itu naik satu oktaf dan membuat sang wanita memundurkan satu langkah.
Ia menghembuskan napas panjang. “Jadi, kualifikasi seperti apa yang Anda inginkan?”
“Yang bukan sepertimu!”
Jawaban itu membuat sang wanita ingin sekali mencakar wajah tampan pria tersebut.
Apakah wajahku sangat menyebalkan sampai pria dewasa ini tidak percaya dengan diriku? Memang seperti apa sih bayi yang akan diasuh itu sampai-sampai harus mencari pengasuh yang terlihat sempurna?!
Sungguh ia sudah sangat geram dengan semua ini. Ia sudah berusaha memberikan penampilan yang terbaik, tapi penolakan yang sangat tidak masuk akal itu membuat dirinya emosi juga.
“Tuan, Anda seharusnya mempertemukanku pada bayi itu. Siapa tahu dia menyukaiku sejak pandangan pertama, kan?” Semua trik akan dirinya gunakan untuk membuat pria itu luluh. Ia bukan wanita yang pantang menyerah untuk melakukan segala hal. Jangan panggil aku Satchel Bloosom jika tidak bisa mendapatkan pekerjaan ini.
“Kenapa aku harus?” tanya pria itu.
Apakah pria ini memang benar-benar tidak mau mempersilakanku masuk? Kakiku sudah sangat pegal sedari tadi berdiri dengan menggunakan heels tinggi ini. Sedangkan pria itu saja justru menyenderkan tubuhnya di kusen pintu. Oh, ini adalah pengalamanku yang sangat menyedihkan.
“Karena alasan yang aku sebutkan tadi, siapa tahu saja aku dan si bayi memiliki hubungan atau koneksi yang kuat dan membuat dirinya nyaman diasuh olehku.” Satchel berusaha masih nyaman dengan sepatu tinggi yang menyiksa ini. Berdiri dengan tegap seolah mampu meladeni pria itu sampai kapan pun.
Tawa yang menggelegar itu membuat Satchel sedikit goyah. Satchel tidak bisa berpura-pura tegak seperti ini dan malah sedikit membenarkan posisi. Pria yang ada di hadapannya masih saja tertawa yang padahal tidak ada momen lucu sama sekali.
“Menurutmu kenapa aku tidak mencari pengasuh bayi ke agen yang profesional dan justru memilih mengiklankannya di koran?” Ia menyeringai dan menghentikan tawanya.
Satchel menggeleng. Tentu saja ia tidak tahu.
“Terakhir kali yang aku ingat, pengasuh terakhir itu adalah ... hem ... pengasuh yang ke 59 sejak Baby Aaron lahir, mereka tidak tahan dan selalu bermasalah. Alhasil mengundurkan diri. Jadi bukankah aku lebih baik mencari tahu siapa yang pantas untuk bayiku? Karena aku sudah tidak percaya dengan agen lagi.”
Sungguh luar biasa Satchel dibuatnya dengan pernyataan tersebut. 59 pengasuh?! Ini yang bermasalah si bayi berumur enam bulan atau semua pengasuh yang jumlahnya hampir tiga kodi itu?
Tubuh Satchel hampir saja terhuyung ke belakang saat pintu tinggi itu sudah tertutup dengan sempurna. Apalagi suara bantingan yang menggelegar membuat telinganya sedikit agak berdengung. Benar-benar memang orang kaya ini. Dia tidak memiliki etika padahal dengan jelas-jelas Satchel masih berada di depan pintu. Ia mendengus kesal. “Lihat saja! Jangan panggil aku Satchel jika tidak bisa menembus kokohnya dinding rumah yang besar ini.” Kruyuk!! Uh, benar-benar hari yang sangat membuatnya ingin sekali memakan daging manusia. Bagaimana bisa di tengah ia yang sedang marah, perut ini tidak bisa diajak kerja sama. “Ayolah, cacing, apa kau tidak bisa memberikanku waktu sejenak untuk mencari uang? Kau tidak lihat bagaimana tadi pria besar itu menutup pintu dengan sangat kencang? Andaikan aku rayap, aku bisa dengan mudah menggigiti pintu besar ini!” Satchel menatap ke sekeliling halaman yang luas ini. Sebenarnya agak aneh karena di rumah ini kenapa tidak ada penjaga atau pela
Satchel senyum-senyum sendiri. Awalnya ia merasa tidak berguna di dunia ini dan bisa menjadi beban negara, tapi setelah mendapatkan kartu nama yang mungkin bisa mengubah takdirnya seumur hidup, ia tentu saja tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Siapa yang tidak mau digaji dengan uang yang sangat fantastis dan itu hanya menjadi pengasuh bayi keluarga kaya. Keluarga kaya? Jika melihat dari tampilan rumah dan juga pakaian dari para pria itu tak perlu lagi didebatkan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apa pekerjaan dari mereka sampai-sampai sanggup memberikan honor sebegitu besarnya. “Ah, sudahlah, apa pun pekerjaan mereka yang pasti bisa menutupi semua pengeluaranku.” Satchel kembali menginjakkan kaki ke mal besar yang berada beberapa ratus meter dari tempatnya berdiri tadi. Cukup membuat kakinya pegal sih, tapi tak apa, untuk hari ini ia bisa memanjakan mata dengan barang-barang yang ada di etalase toko. Satchel memasuki toko baju yang sangat terkenal seantero dunia. Sia
“Anda tidak bisa lari lagi, Nona!” Seruan itu membuat Satchel ingin sekali tenggelam di dasar bumi. Perawakan ketiga pria yang sudah ada di hadapan membuatnya sama sekali tidak bisa bernapas. Tubuh besar dan juga wajahnya yang menampilkan kesenangan karena telah menemukan Satchel saat ini. Mereka semua mengelilingi bagaikan permainan anak kecil khas melayu yang ingin menangkap satu anak di tengah. Satchel menatap ketiga pria itu dan memberikan kesan yang biasa saja. Setidaknya untuk di detik pertama ia harus bisa menjadi sosok yang sedikit arogan. “Ada apa kalian mencariku?” “Jangan bertingkah bodoh lagi, Nona. Mari ikut kami ke kantor dan lunasi hutang kartu kreditmu.” Pria yang memakai kacamata besar berwarna hitam itu berbicara sambil tangannya mencoba menggapai Satchel. Satchel tentu saja menolak. Ia sama sekali tidak mau disentuh apalagi tangan mereka yang sepertinya banyak sekali kuman dan dosa. Kenapa ia berbicara seperti itu? Karena mereka mungkin sebelum bertemu
Tebak apa yang ada di depan mata Satchel sekarang? Ya, kalian benar, ia sekarang berada di rumah mewah dengan pintu cokelat tinggi menjulang yang kemarin tertutup keras di depan hidung. Satchel kembali melihat penampilannya yang ternyata lebih sopan daripada kemarin. Ia memakai kemeja kebesaran yang ia masukkan bagian depan dan juga memakai celana jeans berwarna biru. Untuk bagian bawah, ia lebih memilih menggunakan flatshoes hitam. Satchel tidak mau membuat pria bermata kuning terang itu mengejek dirinya lagi sebagai penari striptease. Satchel menarik napas dengan teratur, mencoba untuk menghindari kegugupan yang sempat singgah di sini. Meski ia yakin bahwa setelah ini pekerjaan sebagai pengasuh bayi akan melekat untuk dirinya. Ya, ia menyukai dirinya yang sangat optimis. Sebelum Satchel melangkahkan kaki lagi untuk mendekati pintu, suara yang sangat dalam menginterupsi dari arah Barat. Pria sama yang seperti kemarin. Pria yang selalu menampilkan wajah datar. “Anda datang
Satchel masih membenarkan rambutnya yang kusut. Bukan karena badai topan yang baru saja menerjangnya, melainkan bayi ini yang terus menjambak rambut merahnya bahkan hampir membuat kulit kepalanya ikut tertarik. "Tanda tangani itu!" perintah Archie sambil memberikan dua lembar kertas yang berisikan kalimat-kalimat panjang. Satchel menaruh kantung es di meja dan membaca setiap bait kalimat di kontrak tersebut. Banyak sekali bulir poin yang sesekali membuat Satchel mengerutkan keningnya kemudian menyeringai, kadang kala wanita itu juga memberikan mimik wajah aneh. "Bagaimana aku bisa bekerja jika kau membatasi hubunganku dengan sang bayi?" Satchel menunjuk poin nomor dua. "Harus ada jarak di antara kalian. Beberapa kali pengasuh sebelumnya mencoba untuk mencium anakku dan aku sangat tidak suka." Archie menyemprotkan antiseptik ke tangannya. "Aku tidak bisa membayangkan banyak kuman yang bersarang di tubuh Aaron hanya karena bersentuhan dengan pengasuh yang begitu menjijikkan."1. Mema
Satchel tidak mau terlalu jauh untuk mendekatkan diri dengan Baby Aaron apalagi ayah dari bayi tersebut. Mengingat perlakuan tidak mengenakan dari pria besar tersebut membuat ia jengah setengah mati. Bahkan ia sempat berpikiran untuk pergi saja dari rumah itu dan mendapatkan pekerjaan yang baru. Namun, jika ia melakukan itu, berarti dirinya harus siap membayar denda yang tertuang dalam kontrak. “Aku akan pergi ke sana, Merry.” Satchel memasukkan ponselnya ke dalam saku. “Tunggu aku sekitar setengah jam lagi.”Satchel melihat ke kanan dan kiri, menunggu angkutan umum yang lewat, tapi tetap saja tidak ada. Sudah sepuluh menit ia menunggu, belum ada juga bus malam atau taksi yang tersedia. “Apa kau menunggu sesuatu, Nona?” Seorang pria dewasa yang menggunakan jas biru tua memperlihatkan wajahnya. Satchel hanya bisa mengernyit untuk memastikan sesuatu. “Tuan Ken?”“Kenapa kau baru pulang?” Ken bertanya tanpa keluar dari mobil hitamnya itu. “Tuan Archie baru pulang dan aku menun
Satchel tidak mau terlalu jauh untuk mendekatkan diri dengan Baby Aaron apalagi ayah dari bayi tersebut. Mengingat perlakuan tidak mengenakan dari pria besar tersebut membuat ia jengah setengah mati. Bahkan ia sempat berpikiran untuk pergi saja dari rumah itu dan mendapatkan pekerjaan yang baru. Namun, jika ia melakukan itu, berarti dirinya harus siap membayar denda yang tertuang dalam kontrak. “Aku akan pergi ke sana, Merry.” Satchel memasukkan ponselnya ke dalam saku. “Tunggu aku sekitar setengah jam lagi.”Satchel melihat ke kanan dan kiri, menunggu angkutan umum yang lewat, tapi tetap saja tidak ada. Sudah sepuluh menit ia menunggu, belum ada juga bus malam atau taksi yang tersedia. “Apa kau menunggu sesuatu, Nona?” Seorang pria dewasa yang menggunakan jas biru tua memperlihatkan wajahnya. Satchel hanya bisa mengernyit untuk memastikan sesuatu. “Tuan Ken?”“Kenapa kau baru pulang?” Ken bertanya tanpa keluar dari mobil hitamnya itu. “Tuan Archie baru pulang dan aku menun
Satchel masih membenarkan rambutnya yang kusut. Bukan karena badai topan yang baru saja menerjangnya, melainkan bayi ini yang terus menjambak rambut merahnya bahkan hampir membuat kulit kepalanya ikut tertarik. "Tanda tangani itu!" perintah Archie sambil memberikan dua lembar kertas yang berisikan kalimat-kalimat panjang. Satchel menaruh kantung es di meja dan membaca setiap bait kalimat di kontrak tersebut. Banyak sekali bulir poin yang sesekali membuat Satchel mengerutkan keningnya kemudian menyeringai, kadang kala wanita itu juga memberikan mimik wajah aneh. "Bagaimana aku bisa bekerja jika kau membatasi hubunganku dengan sang bayi?" Satchel menunjuk poin nomor dua. "Harus ada jarak di antara kalian. Beberapa kali pengasuh sebelumnya mencoba untuk mencium anakku dan aku sangat tidak suka." Archie menyemprotkan antiseptik ke tangannya. "Aku tidak bisa membayangkan banyak kuman yang bersarang di tubuh Aaron hanya karena bersentuhan dengan pengasuh yang begitu menjijikkan."1. Mema
Tebak apa yang ada di depan mata Satchel sekarang? Ya, kalian benar, ia sekarang berada di rumah mewah dengan pintu cokelat tinggi menjulang yang kemarin tertutup keras di depan hidung. Satchel kembali melihat penampilannya yang ternyata lebih sopan daripada kemarin. Ia memakai kemeja kebesaran yang ia masukkan bagian depan dan juga memakai celana jeans berwarna biru. Untuk bagian bawah, ia lebih memilih menggunakan flatshoes hitam. Satchel tidak mau membuat pria bermata kuning terang itu mengejek dirinya lagi sebagai penari striptease. Satchel menarik napas dengan teratur, mencoba untuk menghindari kegugupan yang sempat singgah di sini. Meski ia yakin bahwa setelah ini pekerjaan sebagai pengasuh bayi akan melekat untuk dirinya. Ya, ia menyukai dirinya yang sangat optimis. Sebelum Satchel melangkahkan kaki lagi untuk mendekati pintu, suara yang sangat dalam menginterupsi dari arah Barat. Pria sama yang seperti kemarin. Pria yang selalu menampilkan wajah datar. “Anda datang
“Anda tidak bisa lari lagi, Nona!” Seruan itu membuat Satchel ingin sekali tenggelam di dasar bumi. Perawakan ketiga pria yang sudah ada di hadapan membuatnya sama sekali tidak bisa bernapas. Tubuh besar dan juga wajahnya yang menampilkan kesenangan karena telah menemukan Satchel saat ini. Mereka semua mengelilingi bagaikan permainan anak kecil khas melayu yang ingin menangkap satu anak di tengah. Satchel menatap ketiga pria itu dan memberikan kesan yang biasa saja. Setidaknya untuk di detik pertama ia harus bisa menjadi sosok yang sedikit arogan. “Ada apa kalian mencariku?” “Jangan bertingkah bodoh lagi, Nona. Mari ikut kami ke kantor dan lunasi hutang kartu kreditmu.” Pria yang memakai kacamata besar berwarna hitam itu berbicara sambil tangannya mencoba menggapai Satchel. Satchel tentu saja menolak. Ia sama sekali tidak mau disentuh apalagi tangan mereka yang sepertinya banyak sekali kuman dan dosa. Kenapa ia berbicara seperti itu? Karena mereka mungkin sebelum bertemu
Satchel senyum-senyum sendiri. Awalnya ia merasa tidak berguna di dunia ini dan bisa menjadi beban negara, tapi setelah mendapatkan kartu nama yang mungkin bisa mengubah takdirnya seumur hidup, ia tentu saja tidak akan pernah menyia-nyiakannya. Siapa yang tidak mau digaji dengan uang yang sangat fantastis dan itu hanya menjadi pengasuh bayi keluarga kaya. Keluarga kaya? Jika melihat dari tampilan rumah dan juga pakaian dari para pria itu tak perlu lagi didebatkan. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah, apa pekerjaan dari mereka sampai-sampai sanggup memberikan honor sebegitu besarnya. “Ah, sudahlah, apa pun pekerjaan mereka yang pasti bisa menutupi semua pengeluaranku.” Satchel kembali menginjakkan kaki ke mal besar yang berada beberapa ratus meter dari tempatnya berdiri tadi. Cukup membuat kakinya pegal sih, tapi tak apa, untuk hari ini ia bisa memanjakan mata dengan barang-barang yang ada di etalase toko. Satchel memasuki toko baju yang sangat terkenal seantero dunia. Sia
Tubuh Satchel hampir saja terhuyung ke belakang saat pintu tinggi itu sudah tertutup dengan sempurna. Apalagi suara bantingan yang menggelegar membuat telinganya sedikit agak berdengung. Benar-benar memang orang kaya ini. Dia tidak memiliki etika padahal dengan jelas-jelas Satchel masih berada di depan pintu. Ia mendengus kesal. “Lihat saja! Jangan panggil aku Satchel jika tidak bisa menembus kokohnya dinding rumah yang besar ini.” Kruyuk!! Uh, benar-benar hari yang sangat membuatnya ingin sekali memakan daging manusia. Bagaimana bisa di tengah ia yang sedang marah, perut ini tidak bisa diajak kerja sama. “Ayolah, cacing, apa kau tidak bisa memberikanku waktu sejenak untuk mencari uang? Kau tidak lihat bagaimana tadi pria besar itu menutup pintu dengan sangat kencang? Andaikan aku rayap, aku bisa dengan mudah menggigiti pintu besar ini!” Satchel menatap ke sekeliling halaman yang luas ini. Sebenarnya agak aneh karena di rumah ini kenapa tidak ada penjaga atau pela
“Aku ke sini bermaksud untuk melamar pekerjaan.” Tanpa tedeng aling-aling wanita berambut merah mengatakan hal tersebut pada seseorang yang menjulang jauh lebih tinggi di atasnya. Pria yang memiliki kesan terkejut dibalut dengan muka yang sinis. Awalnya wanita itu berpikir akan disambut oleh seorang pelayan atau sang penjaga di rumah besar ini, tapi ternyata salah. “Kau ingin melamar pekerjaan? Sebagai apa?” tanya pria itu dengan suara dalamnya. Tapi jujur saja wanita itu menyukai suara yang serak nan dalam. “Melamar ... aku akan melamar sebagai pengasuh bayi.” Wanita itu menyerahkan koran yang dibawanya dan juga map yang berisi surat lamaran pekerjaan. Ia sedikit berdeham untuk mengontrol napas yang terasa pendek karena diperhatikan pria itu sedemikian intens. Mata sang pria yang memindai dari atas ke bawah secara berulang kali itu membuat kakinya seperti agar-agar yang baru saja ditaruh ke dalam piring besar. Tak ada ekspresi apa-apa yang ditampilkan pria yang sialnya be